Karanganyar
-
Komandan Kodim 0727/Karanganyar Letkol Inf M.I. Muchtar M. menjadi Inspektur Upacara
Hari Kebangkitan Nasional ke 110 tahun 2018 di Halaman Kantor Bupati
Karanganyar. Senin (21/5)
Amanat Mentri
Komunikasi dan Informatika RI Rudiantara yang dibacakan oleh Dandim Karanganyar
bahwa Saudara-saudari peserta upacara yang saya hormati, ketika rakyat
berinisiatif untuk berjuang demi meraih kemerdekaan dengan membentuk berbagai
perkumpulan, lebih dari seabad lalu, kita nyaris tak punya apa-apa. Kita hanya
memiliki semangat dalam jiwa dan kesiapan mempertaruhkan nyawa. Namun sejarah
kemudian membuktikan bahwa semangat dan komitmen itu saja telah cukup, asalkan
kita bersatu dalam cita-cita yang sama kemerdekaan bangsa.
Bersatu adalah kata
kunci ketika kita ingin menggapai cita-cita yang sangat mulia, namun pada saat
yang sama tantangan yang mahakuat menghadang di depan. Boedi Oetomo memberi
contoh bagaimana dengan berkumpul dan berorganisasi tanpa melihat asal-muasal
primordial akhirnya bisa mendorong tumbuhnya semangat nasionalisme yang menjadi
bahan bakar utama kemerdekaan.
Boedi Oetomo menjadi
salah satu penanda utama bahwa bangsa Indonesia untuk pertama kali menyadari
pentingnya persatuan dan kesatuan. Presiden Pertama dan Proklamator Kemerdekaan
Republik Indonesia Soekarno, pada peringatan Hari Kebangkitan Nasional tahun
1952 mengatakan bahwa: "Pada hari itu kita mulai memasuki satu cara baru
untuk melaksanakan satu 'idee', satu naluri pokok dari pada bangsa Indonesia.
Naluri pokok ingin merdeka, naluri pokok ingin hidup berharkat sebagai manusia
dan sebagai bangsa.
Cara baru itu ialah
cara mengejar sesuatu maksud dengan alat organisasi politik, cara berjuang
dengan perserikatan dan perhimpunan politik, cara berjuang dengan tenaga
persatuan. Para pendahulu yang berkumpul dalam organisasi-organisasi seperti
Boedi Oetama itu memberikan yang terbaik bagi terbentuknya bangsa melalui
organisasi.
Bukan pertama-tama
dengan memberikan harta atau senjata, melainkan dengan komitmen sepenuh jiwa
raga. Dengan segala keterbatasan sarana dan prasarana saat itu, mereka terus
menghidup-hidupi api nasionalisme dalam diri masing-masing. Seratus sepuluh
tahun kemudian bangsa ini telah tumbuh menjadi bangsa yang besar dan maju,
sejajar dengan bangsa-bangsa lain. Meski belum sepenuhnya sempurna, rakyatnya
telah menikmati hasil perjuangan para pahlawannya berupa meningkatnya
perekonomian, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya.
Keringat dan darah
pendahulu bangsa telah menjelma menjadi hamparan permadani perikehidupan yang
nyaman dalam rengkuhan kelambu kemerdekaan. Kalau sekarang bangsa ini punya
hampir segala yang dibutuhkan, seharusnya kita terinspirasi bahwa dengan
kondisi embrio bangsa seabad lalu yang berada dalam rundungan kepapaan pun,
kita telah mampu menghasilkan energi yang dahsyat untuk membawa kepada
kejayaan. Apalagi kini, ketika kita jauh lebih siap dan tak berkekurangan dalam
sumber daya alam dan sumber daya manusia.
Butir kelima dari
Nawacita Kabinet Presiden Joko Widodo dan Wakil PresidenJusuf Kalla berisi
visi untuk meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia melalui meningkatan
kualitas pendidikan dan pelatihan. Pada awal tahun ini, visi tersebut mendapat
penekanan lebih melalui amanat Presiden Joko Widodo yang menyatakan bahwa
pemerintah akan meningkatkan pembangunan sumber daya manusia (SDM) pada tahun
2019, melanjutkan percepatan pembangunan infrastruktur yang menjadi fokus pada
tahun-tahun sebelumnya.
Melalui pembangunan
manusia yang terampil dan terdidik, pemerintah ingin meningkatkan daya saing
ekonomi dan secara simultan meningkatkan kapasitas sumber daya manusianya. Bayangkan
jika kita sepenuhnya berhasil membangun sumber daya manusia unggul dari seluruh
dari 260-an juta lebih penduduk negeri ini. Bercermin dari keberhasilan Boedi
Oetomo menggalang ide nasionalisme mulai dengan segelintir orang seabad lalu,
maka apa jadinya jika seluruh sumber daya manusia unggul. Kita saat ini
berhimpun dalam ide nasionalisme yang sama, dalam cita-cita untuk kejayaan bangsa
yang sama.
Kekayaan alam
merupakan sumber daya yang terbatas. Butuh segudang prasyarat untuk bisa
dieksploitasi dan selalu ada limit untuk menggenjot pemanfaatannya. Sedangkan
sumber daya manusia kita menyediakan kapasitas dan kapabilitas yang sangat luas
untuk dikembangkan. Kebangkitan sumber daya manusia Indonesia secara
bersama-sama dan kompak, tanpa terdistraksi oleh godaan-godaan yang kontra produktif,
akan membawa kepada kejayaan bangsa. Selain secara otomatis bagi
individu-individunya sendiri.
Oleh sebab itu tema “Pembangunan
Sumber Daya Manusia Memperkuat Pondasi Kebangkitan Nasional Indonesia dalam Era
Digital” dalam peringatan Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei 2018, ini
harus dimaknai dengan upaya-upaya penyadaran setiap masyarakat Indonesia. Untuk
mengembangkan diri dan merebut setiap peluang untuk meningkatkan kapasitas diri
yang dibuka oleh berbagai pihak, baik oleh pemerintah, badan usaha, maupun masyarakat
sendiri. Pengembangan kapasitas sumber daya manusia juga harus diletakkan dalam
konteks pemerataan dalam pengertian kewilayahan, agar bangsa ini bangkit secara
bersama-sama dalam kerangka kebangsaan Indonesia.
Bung Karno juga
menggambarkan persatuan bangsa seperti layaknya sapu lidi. Jika tidak diikat,
maka lidi tersebut akan tercerai berai, tidak berguna dan mudah dipatahkan.
Tetapi jikalau lidi-lidi itu digabungkan, diikat menjadi sapu mana ada manusia
bisa mematahkan sapu lidi yang sudah terikat? Gambaran tersebut aktual sekali
pada masa sekarang ini. Kita merasakan bahwa ada kekuatan-kekuatan yang
berusaha merenggangkan ikatan sapu lidi kita.
Kita disuguhi
hasutan-hasutan yang membuat kita bertikai dan tanpa sadar mengiris ikatan yang
sudah puluhan tahun menyatukan segala perbedaan tersebut. Padahal inilah masa
yang sangat menentukan bagi kita. Inilah era yang menuntut kita untuk tidak
buang-buang waktu demi mengejar ketertinggalan dengan bangsa - bangsa lain.
Momentum sekarang ini menuntut kita untuk tidak buang-buang energi untuk
bertikai dan lebih fokus pada pendidikan dan pengembangan manusia Indonesia.
Menurut perhitungan
para ahli, sekitar dua tahun lagi kita akan memasuki sebuah era keemasan dalam
konsep kependudukan, yaitu bonus demografi. Bonus demografi menyuguhkan potensi
keuntungan bagi bangsa, karena proporsi penduduk usia produktif lebih tinggi
dibanding penduduk usia non-produktif. Menurut perkiraan Badan Pusat Statistik,
rentang masa ini akan berpuncak nanti pada tahun 2028 sampai 2031 yang berarti
tinggal 10-13 tahun lagi. Pada saat itu nanti, angka ketergantungan penduduk
diperkirakan mencapai titik terendah yaitu 46,9 persen.
Proyeksi keuntungan
bonus demografi itu akan tinggal menjadi proyeksi jika kita tak dapat
memaksimalkannya. Usia produktif hanya akan tinggal menjadi catatan tentang
usia dari pada catatan tentang produktivitas, jika mutu sumber daya manusia produktif
pada tahun-tahun puncak bonus demografi tersebut tidak dapat mengungkit mesin
pertumbuhan ekonomi.
Oleh sebab itu Presiden
Joko Widodo dalam berbagai kesempatan selalu mendorong dunia pendidikan,
bekerja sama dengan industri dan bisnis, untuk mencari terobosan-terobosan baru
dalam pendidikan vokasi. Jurusan-jurusan baru, baik di tingkat pendidikan
tinggi maupun juga di tingkat menengah, yang berkaitan dengan keahlian dan ilmu
terapan harus selalu diciptakan untuk memasok industri akan tenaga terampil
yang siap kerja.
“Generasi bonus demografi” yang kebetulan juga
beririsan dengan “generasi millenial” kita
tersebut, pada saat yang sama, juga terpapar oleh massifnya perkembangan
teknologi, terutama teknologi digital.
(Pendim
0727/Kra)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar